Ramai Pejabat Dipecat Gara-gara Keluarga Doyan Pamer Harta

Jakarta, CNBC Indonesia – Nama Mario Dandy Satrio langsung viral usai putra mantan pejabat Pajak ini terlibat kasus penganiayaan terhadap remaja bernama Cristalino David Ozora di awal tahun 2023.

Dari kasus tersebut, jejak digital Mario yang sering pamer kendaraan mewah langsung terbongkar oleh netizen. Mobil Rubicon, Harley Davidson, hingga kata flexing itu sendiri menjadi trending topic di media sosial.

Aksi flexing atau pamer kekayaan ternyata terbukti membuahkan masalah di kemudian hari.

Flexing yang dilakukan Mario bahkan berimbas pada sorotan media terhadap harta kekayaan Rafael, yang berakhir pada sebuah penyelidikan. Banyak temuan mengejutkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), mulai dari dugaan pencucian pajak, ketidaksesuaian jumlah harta kekayaan dan lain sebagainya.

Pada akhirnya, Rafael Alun Trisambodo dipecat dari statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Rafael dianggap telah melakukan pelanggaran disiplin berat.

Budaya pamer kekayaan sejatinya sudah ada ramai dilakukan sejak dulu dahulu, tetapi media sosial membuat perilaku ini semakin terlihat ke khalayak ramai. Unggahan sosial media pelaku flexing biasanya dipenuhi barang-barang dari merek ternama, mulai dari tas Hermes, mobil sport, hingga liburan mewah di kapal pesiar.

Tak lama setelah kasus Rafael mencuat, foto-foto istri dan anak pejabat lain serta gaya hidup mewahnya langsung diviralkan oleh netizen.

Ada foto-foto liburan ke luar negeri, tas dan outfit mewah, hingga pesta ulang tahun di hotel bintang lima.

Akibat dari konten-konten flexing tersebut, nama Eko Darmanto yang dulu sempat menjabat sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Esha Rahmansyah Abrar (Kemensetneg), Sudarman Harjasaputra (BPN Jakarta Timur), dan Adhi Pramono Andhi Pramono (Kepala Bea Cukai Makassar) dicopot dari posisinya.

Sangatlah tak terduga, aksi pamer harta ternyata bisa berdampak terhadap karier yang berujung pada masalah pendapatan rumah tangga.

Flexing untuk menutupi harga diri yang rendah?

Psikolog klinis Mary Kowalchyk dari New York University mengatakan bahwa “narsisme dipahami sebagai adaptasi kompensasi untuk mengatasi dan menutupi harga diri yang rendah.”

“Orang narsis merasa insecure, dan mereka mengatasi perasaan ini dengan flexing. Perilaku pamer membuat orang lain kurang menyukai mereka dalam jangka panjang, ini membuat pelaku flexing semakin memperparah rasa insecure mereka sehingga ini menjadi lingkaran setan perilaku tersebut,” kata Kowalchyk.

Namun, secara naluriah, manusia senang memamerkan pencapaiannya di depan orang lain. Sadar atau tidak, kita pun pernah melakukan flexing. Secara kolektif, perilaku ini membuat orang lain merasa insecure, dan akhirnya ikut-ikutan flexing.

Tapi, Rachel Sherman, seorang profesor sosiologi di New School for Social Research, New York, telah mempelajari kebiasaan belanja di kalangan orang kaya. Riset itu menemukan bahwa banyak di antara mereka yang sangat berhati-hati dalam membelanjakan uangnya.

Dalam bukunya, Uneasy Street: The Anxieties of Affluence, Sherman mewawancarai 50 orang kaya di New York. Ternyata banyak di antara mereka yang menjalani hidup hemat dan membelanjakan uang dengan “normal.”

“Orang kaya yang saya teliti sangat hati-hati dengan implikasi moral dari privilege yang mereka dapatkan,” kata Sherman, yang dikutip Vice.

Bahaya flexing di kala belum kaya

Dalam gelaran CNBC Indonesia Investment Expo 2023, entrepreneur kondang Andrew Susanto juga turut menyoroti fenomena flexing di kalangan pengusaha. Andrew mendapat pertanyaan, seputar perlukah seseorang membeli outfit atau aksesoris mahal agar proses networking dengan calon mitra bisnis jadi semakin lancar.

“Kalau punya uang ya mau beli gak apa-apa, yang salah itu ya kalau kamu maksain diri. Nanti, first impression orang-orang terhadap kamu jadi salah! (Orang-orang akan mengira) level (kesuksesan Anda) di sini, padahal kamu beli (barang mewah) secara maksain, kan gak cocok juga bukan?” Ucap pria yang juga merupakan pemegang saham Holywings tersebut dalam CNBC Indonesia Investment Expo.

Bagi Andrew, impresi yang buruk justru akan menimbulkan dampak yang kurang baik dalam relasi bisnis kedepannya. Intinya, seseorang tidak perlu menunjukkan kekayaan secara berlebihan saat melakukan networking demi memperluas relasi. Ketimbang pamer barang mewah, lebih baik untuk fokus menawarkan skill pada calon relasi.

Orang-orang kaya justru berhemat?

Dalam buku karangan Sherman yang berjudul, “Uneasy Street: The Anxieties of Affluence,” Sherman mewawancarai 50 orang kaya di New York dan ternyata, sebagian besar orang kaya justru hidup hemat dan membelanjakan uang dengan “normal.”

Sebagai contohnya, Anda mungkin bisa melihat bagaimana Warren Buffett yang memiliki gaya hidup furgal, meski dirinya bisa membeli barang mewah semahal apapun yang ada di dunia ini

Meski nilai kekayaannya sudah naik berkali-kali lipat, Buffett tidak serta-merta pindah ke villa mewah berharga ratusan miliar, melainkan tinggal di rumah yang sudah ditempati selama 60 tahun. https://lokeberhasilan.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*