Alarm Likuiditas Menyala Keras dari Istana

Jakarta, CNBC Indonesia – Sejak awal tahun dana pihak ketiga (DPK) melaju lebih lambat dibandingkan dengan tahun lalu. Pada Desember 2022, dana masyarakat yang disimpan di bank tumbuh 9,4% secara tahunan menjadi Rp 7.929,5 triliun.

Kemudian pada pertengahan tahun, gejala seretnya pertumbuhan DPK semakin terlihat. DPK per Juni 2023 hanya tumbuh 6,4% yoy.

Puncaknya, per November 2023, total dana masyarakat di perbankan hanya naik 3,8% yoy. Angka pertumbuhan ini semakin jauh dengan kredit yang naik 9,7% yoy pada periode yang sama.

Gongnya, Presiden Joko Widodo menyentil keras kinerja perbankan tahun ini dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI). Satu pernyataan keras Jokowi adalah soal kondisi likuiditas di perbankan yang mulai kering. Jokowi mulai mengkhawatirkan makin keringnya likuiditas di perbankan karena bisa mengganggu sektor riil, terutama dalam penyaluran kredit.

Terkait likuiditas, Jokowi a menyinggung kondisi sektor riil, di mana pelaku usaha mengeluhkan minimnya peredaran uang imbas dari pembelian instrumen keuangan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

“Pak Gubernur [BI] saya mendengar dari banyak pelaku usaha ini kelihatannya kok peredaran uangnya makin kering. Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi UMKM,” kata Jokowi.

Dalam catatan CNBC Indonesia, Kementerian Keuangan dan BI memang sama-sama aktif melakukan penerbitan instrumen tahun ini. Sejak Januari 2023, Kementerian Keuangan sudah menerbitkan enam SBN ritel dengan total penerbitan sekitar Rp 102 triliun. BI juga aktif mengeluarkan instrumen seperti SRBI serta menyerap likuiditas rupiah demi menjaga stabilitas rupiah melalui operasi moneter.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa memang terjadi perlambatan penempatan dana masyarakat di perbankan.

Satu penyebabnya adalah ekonomi Indonesia saat ini dalam proses normalisasi setelah pandemi Covid-19. “Justru angka-angka sekarang ini kembal mendekati sama dengan prapanedemi dalam arti besaran nominalnya,” kata Mahendra.

Selain itu dia menduga perlambatan pertumbuhan DPK karena masyarakat memiliki banyak pilihan penempatan dana. “Instrumen menempatkan dana lebih bervariasi termasuk juga kemungkinan investasi SBN dan pasar modal,” katanya

Kendati demikian dia menilai capaian kinerja penggalangan dana bank hingga menjelang akhir 2023 adalah sesuatu yang luar biasa.

Kata Bankir

Bank pelat merah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) mengatakan likuiditasnya masih cukup untuk membiayai ekspansi kredit hingga akhir tahun ini.

Direktur Distribution & Funding BTN Jasmin mengatakan pihaknya memperkirakan kredit dapat tumbuh sekitar 10% pada akhir tahun 2023.

Namun, ia mengakui pertumbuhan DPK di BTN sama dengan industri. Hal ini dipicu oleh era suku bunga acuan yang tinggi.

“Kondisi BTN sama dengan industri. DPK sangat ketat saat ini, semua bank mulai menaikkan rate, dipicu suku bunga acuan yang naik menjadi 6%, penerbitan instrumen surat berharga Baik BI (SRBI, SVBI) maupun pemerintah (SBN), yang membuat likuiditas ketat,” kata Jasmin.

Pelayanan nasabah Bank BTN di Bank BTN, Jakarta (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Menurutnya, kondisi likuiditas pada kuartal I-2024 akan tetap ketat, dan dia berharap suku bunga The Fed dapat turun pada kuartal II-2023. BTN pun menyiapkan strategi untuk menggenjot DPK di masa likuiditas ketat ini.

“Lebih ke peningkatan transaksi baik retail maupun wholesale untuk nasabah BTN baik funding maupun lending sehingga cash flownya (dananya) stay di BTN. Follow up bisnis ekosistem yang terkait dengan property related,” jelas Jasmin.

Sementara itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengaku bahwa saat ini industri dibayangi likuiditas ketat. Presiden Direktur BNGA Lani Darmawan menyampaikan DPK di bank swasta yang ia pimpin tumbuh sekitar 6%.

Gedung CIMB Niaga (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Untuk menghadapi pengetatan likuditas, ia mengatakan Bank CIMB Niaga menjaga rasio pinjaman terhadap simpanan.

“Market memang terlihat ketat di likuiditas karena DPK yang tetap tumbuh tapi relatif kecil. DPK kami tumbuh sekitar 6%. Kami jaga likuiditas di LDR yang sehat sekitar 85%an,” ujar Lani.

Terpisah, bank pelat merah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) melaporkan DPK secara bank only tumbuh 6% yoy per November 2023. Direktur Keuangan & Strategi BMRI Sigit Prastowo mengatakan pertumbuhan tersebut juga mendorong LDR relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 87%.

Dia mengatakan Bank Mandiri melihat tren perlambatan pertumbuhan DPK industri dipengaruhi beberapa faktor seperti aktivitas konsumsi dan investasi yang kembali normal setelah periode pandemi, menurunnya surplus perdagangan, serta meningkatnya volatilitas yang sempat menyebabkan terjadinya capital outflow.

“Ke depan, kondisi likuiditas memang masih relatif uncertain, namun kami berharap beberapa kebijakan pemerintah seperti akselerasi belanja pemerintah menjelang Pemilu, serta belanja infrastruktur untuk penyelesaian proyek strategis pemerintah seperti PSN dan IKN dapat berpotensi menopang kondisi likuiditas perbankan,” ujar Sigit saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (21/12/2023).

Kantor Cabang Bank Mandiri/CNBC Indonesia/Andrean Kristianto

Selain itu, kata dia, BI juga mengeluarkan beberapa kebijakan dan instrumen pasar keuangan baru seperti SRBI, SVBI, dan TD DHE Valas, yang ditujukan sebagai upaya pendalaman pasar keuangan dan upaya menarik aliran modal asing, sehingga dapat mendukung kondisi likuiditas domestik.

Makan Tabungan

Melambatnya pertumbuhan DPK selaras pula dengan Survei Konsumen dari Bank Indonesia. Rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019.

Pada bulan kesepuluh tahun ini rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia sebesar 15,7%. Pengeluaran dan pembayaran cicilan, masing-masing 76,3% dan 8,8%.

Pada bulan yang sama tahun 2019, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat di Tanah Air masih jauh lebih besar, yakni 19,8%. Pasalnya pengeluaran dan pembayaran cicilan pada periode itu sebesar 68% dan 12,2%.

Berdasarkan data BI, kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta yang mengalami penurunan rasio simpanan terhadap pendapatan paling dalam atau sebesar 460 basis poin (bps). Kemudian disusul oleh kelompok pendapatan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, yakni merosot 400 bps.

Kelompok pendapatan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta yang tercatat mengalami penurunan rasio paling kecil atau 180 bps.

Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan hal itu menjadi indikasi bahwa ada fenomena makan tabungan di masyarakat Indonesia. Dia menduga ada penurunan pendapatan, sehingga porsi tabungan harus diambil untuk menutupi kebutuhan.

“Konsumsi ini ada primer sampai tersier. Primer ini tidak bisa dikurangi, jadi kalau kurang mau tidak mau harus ambil dari tabungan,” katanya.

Korporasi Ogah Tarik Kredit

Ekonomi Senior Indef Aviliani mengatakan pada dasarnya perbankan mengikuti arah bisnis. “Bank itu kan follow the business, kalau bisnisnya nggak ada yang minta, ya buat bank mau ditaruh di mana lagi uangnya?” katanya.

Dia juga mengatakan target Bank Indonesia mematok pertumbuhan kredit 10%-12% tahun depan terbilang berat. Pasalnya saat ini proyek infrastruktur masih tertahan, padahal sektor ini yang menyerap dana dalam jumlah besar.

Selain itu, kata dia, perusahaan tambang cenderung baru mendapatkan perizinan usai pemilihan umum (pemilu). Oleh karena itu dia menilai target kredit 10%-12% dapat tercapai dengan sejumlah catatan, satu di antaranya proyek infrastruktur kembali berjalan.

“Yang kedua bisnis-bisnis di sektor manufaktur yang skala besar dan menciptakan lapangan kerja itu tercipta gitu,” jelasnya.

Berdasarkan statistik OJK, surat berharga yang dimiliki bank per September 2023 senilai Rp 1.889,7 triliun, naik 3,59% yoy. Pada periode yang sama kredit yang disalurkan bank kepada pihak ketiga tumbuh lebih tinggi atau 8,96% yoy menjadi Rp 6.837,3 triliun.

Namun bila dilihat lebih detail, pertumbuhan surat berharga bank swasta nasional hampir setara dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga. Per September 2023, surat berharga naik 7,15% yoy sedangkan kredit tumbuh 7,84% yoy.

Data lain, menurut survei Bank Indonesia (BI), pembiayaan korporasi pada November 2023 menurun. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pembiayaan korporasi sebesar 14,9%, turun dari sebelumnya 15,7%.

Sumber pembiayaan korporasi terutama berasal dari dana sendiri meningkat menjadi 63,9% pada bulan November dari yang sebelumnya sebesar 63,2%. Sementara itu, pembiayaan dari perbankan dalam negeri turun menjadi 4,6%, memberikan porsi pembiayaan korporasi yang paling kecil.

Pun dari data BI menunjukkan bahwa giro mengalami perlambatan pertumbuhan paling dalam per Oktober 2023. Pada akhir kuartal III giro masih tumbuh 11,0% yoy, sedangkan bulan selanjutnya hanya naik 1,8% yoy.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyebut penyebab fenomena pembiayaan dana korporasi dari dana sendiri ini karena pendapatan perusahaan-perusahaan terutama sektor komoditas itu masih cukup baik. Sehingga mereka banyak memiliki kas. https://trukgandeng.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*