Pensiun di 2024, Mimpi Jokowi Untuk Satu Ini Sulit Terwujud

Jakarta, CNBC Indonesia – Kemiskinan masih menjadi persoalan besar di Indonesia hingga 2023 atau setahun sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakhiri jabatan. Menjelang periode terakhirnya, Jokowi terus melakukan upaya untuk mengurangi angka kemiskinan. Bahkan, pemerintah terus menargetkan angka kemiskinan single digit.

Seperti diketahui, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 – 2024 menetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 7% hingga 6,5%, atau 18,34 juta sampai 19,75 juta penduduk pada akhir tahun 2024.

Sementara itu, pada Maret 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau sekitar 9,36%. Jumlah tersebut turun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022. Artinya, untuk mengejar target RPJMN 2024 di angka 7%, pemerintah harus mengurangi warga miskin sekitar 6,5 juta dalam setahun.

Angka tersebut tentu saja sangat berat mengingat jumlah warga miskin rata-rata hanya berkurang 10 ribu dalam lima tahun terakhir (2018-2022) karena ada badai pandemi Covid-19. Bila merujuk periode normal sebelum pandemi (2017-2019), rata-rata penduduk miskin hanya berkurang sekitar 950.000. 

Sedangkan persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29%, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53%. Berikutnya, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22%, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36%.

Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023).

Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak 0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).

Patut diakui penurunan angka kemiskinan memang sulit, terlebih selama pandemi menerjang dalam dua tahun terakhir.

Catatan BPS, tingkat kemiskinan mengalami peningkatan pada periode pandemi, yakni melonjak menjadi 9,78% pada Maret 2020 dari 9,22% September 2019. Tingkat kemiskinan pada akhir 2019 tersebut merupakan tingkat kemiskinan terendah sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menekan angka kemiskinan memang bukan upaya mudah, apalagi pemerintah yang ingin membuat angka kemiskinan di level single digit. Evaluasi RPJMN 2015-2019 yang diungkap pemerintah juga membenarkan bahwa target penurunan angka kemiskinan sulit dicapai. Saat itu, RPJMN menetapkan target 7%-8%.

Ini pun tidak dapat dicapai oleh pemerintahan Jokowi, kendati penurunan terus terjadi meski dalam laju yang lamban.

Tingkat kemiskinan menunjukkan penurunan yang signifikan selama periode 2015-2018, bahkan mencapai satu digit pada tahun 2018, yaitu dari 11,22% (Maret 2015) menjadi 9,82% (Maret 2018). Pada 2019, pemerintah memperkirakan tingkat kemiskinan terus menurun pada tahun 2019 menjadi 9,20% (prognosa tahun 2019), namun meleset dan pandemi mendera.

Selama pandemi, angka kemiskinan kembali menembus angka double digit, yakni 10,19% pada September 2020. Ini adalah puncak dari tingginya angka kemiskinan, sekaligus bukti mundurnya pencapaian pemerintahan Presiden Jokowi.

Baru pada September 2021, angka kemiskinan kembali ke single digit sebesar 9,71%. Kemudian, terus turun menjadi 9,54% pada Maret 2022.

Namun, sebagaimana disampaikan di atas, angka ini naik tipis menjadi 9,57% pada September 2022.

Ada beberapa penyebab yang mengerek angka kemiskinan di tahun sebelumnya. BPS mencatat penyesuaian harga BBM ini berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi pertanian.

BPS mencatat terjadi kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal subsektor tanaman pangan dan perikanan tangkap pada September 2022. Kenaikan ini terutama didorong oleh kenaikan harga bensin, solar, dan ongkos angkut.

Peran APBN Turunkan Kemiskinan

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat menetapkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2024. Untuk mendukung pertumbuhan, pemerintah melalui APBN 2024 siap membelanjakan belanja sebesar Rp 3.325,11 triliun. Belanja tersebut naik 8,6% dibandingkan pada tahun ini.

Langkah penurunan kemiskinan diterjemahkan dalam alokasi perlindungan sosial yang mencapai Rp493,5 triliun.

Di dalamnya termasuk beberapa program, antara lain melalui Program Keluarga Harapan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), program kartu sembako untuk 18,8 juta KPM serta berbagai program pemberdayaan UMKM antara lain melalui subsidi KUR yang dialokasikan sebesar Rp47,8 T.

Alokasi tersebut juga akan menguatkan graduasi dari kemiskinan, salah satunya program sentra kreasi sebagai wadah kegiatan kewirausahaan dan mendorong perlindungan sosial yang adaptis.

Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 422,7 triliun. Antara lain untuk pembangunan infrastruktur dasar pendukung transformasi ekonomi seperti pangan, energi dan konektivitas.

Anggaran ketahanan pangan disiapkan Rp108,8 triliun. Hal ini menjadi sangat penting mengingat ancaman elnino yang bisa mengancam produksi pangan, sekaligus menahan laju inflasi dan tekanan terhadap daya beli masyarakat.

Pemerintah memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat dengan alokasi anggaran Rp665 triliun. Sementara kesehatan Rp187,5 triliun dengan target percepatan penurunan stunting, penguatan teknologi dan kemandirian farmasi dan penguatan sistem kesehatan.Terakhir adalah Hukum dan HAM sebesar Rp 324,1 triliun. https://yangterbaik.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*