Diucap Gibran, Ini Asal Usul Berburu Pajak di Kebun Binatang

Jakarta, CNBC Indonesia – Istilah “berburu di kebun binatang” menjadi bahan perbincangan setelah calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka menyebutnya dalam debat Cawapres, Jumat (22/12/2023).

Dalam debat, Gibran berjanji tidak akan menerapkan cara-cara lawas untuk mendongkrak penerimaan dan rasio pajak di Indonesia jika terpilih kelak. Seperti diketahui, dia dan Prabowo Subianto menargetkan rasio pajak meningkat 23%.

“Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang. Kita ingin memperluas kebun binatangnya, kita tanami binatangnya, kita gemukkan,” kata Gibran dalam debat.

Gibran mengatakan dia akan membuka banyak dunia usaha dan dari sinilah dia berharap penerimaan pajak akan digenjot.

Apakah RI Terus Berburu di Kebun Binatang?

Istilah “berburu di kebun binatang” atau dulu juga dikenal “berburu macan di kebun binatang atau rimba” memang jamak di pakai di dunia perpajakan.  Istilah tersebut merujuk pada upaya untuk menarik pajak lebih besar dari Wajin Pajak (WP) yang sudah terdaftar dan patuh.

Istilah “berburu di kebun binatang” dalam perpajakan sudah diperkenalkan di era 1980an. Istilah tersebut populer saat Indonesia melakukan reformasi pajak besar-besaran di 1990an.

Istilah tersebut kembali mendapat perhatian besar pada 2006 saat Direktorat Jenderal Pajak pada saat itu Darmin Nasution melakukan gebrakan dengan melakukan ekstensifikasi
” Berbagai upaya ini harus didukung demi keadilan dalam masyarakat agar pemerintah jangan hanya berburu di kebun binatang. Artinya, jangan yang dikenakan pajak yang itu-itu saja,” tutur Darmin, dikutip dari website resmi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.

Saat menjabat sebagai Dirjen Pajak (2006-2009), Darmin memang dikenal banyak melakukan terobosan di dunia perpajakan. Salah satunya adalah dengan kebijakan sunset policy.

Sunset policy dalam pemahaman sederhananya adalah penghapusan sanksi administrasi pajak baik orang pribadi maupun badan. Jadi ketika wajib pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan dan diketahui kurang bayar maka pemerintah akan menghapuskan kekurangan tersebut.

Sunset policy dianggap cukup berhasil karena untuk pertama kalinya penerimaan pajak melebihi target, yaitu Rp 571 triliun (106,7%). Di samping itu, pemerintah juga menjaring 5,6 juta wajib pajak baru.

Seperti diketahui, peningkatan penerimaan pajak umum dilakukan melalui dua acara yakni intensifikasi dan ekstensifikasi.

Merujuk pada Laporan Tahunan Pajak, intensifikasi dalam penggalian potensi pajak pada dasarnya merupakan kegiatan untuk lebih mengintensifkan berbagai informasi Wajib Pajak (WP) yang telah terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan dalam rangka menguji kepatuhan formal dan material Wajib Pajak.

Di sisi lain, ekstensifikasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan upaya menambah jumlah WP terdaftar dalam administrasi DJP. Peningkatan pajak melalui intensifikasi inilah yang identic dengan istilah “berburu di kebun binatang”.

Melalui intensifikasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya menggenjot penerimaan melalui WP yang sudah ada. Cara ini dianggap lebih gampang karena DJP tidak perlu bersusah payah mencari WP baru.

“Berburu di kebun binatang” biasanya dilakukan dengan mengerek tarif pajak baik Pajak Penghasilan (PPh) ataupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta melakukan pemeriksaan kepada WP yang sudah terdaftar.
Padahal, sebagian WP ini adalah mereka yang sudah patuh.
Akibatnya, WP ini pun semakin dibuat tidak nyaman dan dianggap tidak adil karena banyak dari masyarakat Indonesia yang belum disentuh pajaknya.

Sorotan terhadap kinerja DJP yang kerap “berburu di kebun binatang” ini sudah banyak disampaikan pengusaha dan masyarakat.

Di antaranya adalah saat DJP menyasar pemilik rekening jumbo di atas Rp 1 miliar untuk diteliti pajaknya, permintaan laporan data transaksi kartu kredit ke bank, ataupun kenaikan tarif PPN sejumlah barang yang membuat harga makin melambung.

Data DJP menunjukkan rasio kepatuhan pajak terus meningkat dari 71% pada 2018 menjadi 86,8% pada 2022.
Berbeda dengan intensifikasi, cara-cara melalui ekstensifikasi dikenal sebagai “berburu binatang di hutan”. Dalam hal ini, DJP harus memaksimalkan sumber dayanya untuk menambah WP bari baik melalui pemetaan wilayah, potensi, usaha, ataupun teknologi.

Upaya ini memang lebih banyak memakan biaya dan tenaga tetapi lebih efektif dalam menambah WP baru.

Sayangnya, upaya ekstensifikasi pajak justru kurang menggembirakan. Dalam dua tahun terakhir, penambahan WP baru hanya di bawah 50.000. Jumlah tersebut jauh di bawah tiga tahun sebelumnya yang menembus 1 juta WP baru.

Laporan Tahunan DJP pada 2022 menunjukkan jumlah WP baru hasil ekstensifikasi hanya mencapai 34.599, jauh di bawah 2019 yang mencapai 1,26 juta.

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan sejumlah upaya ekstensifikasi untuk menggenjot pajak. Di antaranya adalah meluncurkan program tax amnesti, memajaki profesi yang baru seperti influencer, serta menerapkan core tax administration system yang merupakan teknologi informasi untuk mendukung automasi proses bisnis DJP.

Data DJP menunjukkan program tax amnesti pada 2015 mampu meningkatkan jumlah WP baru dari 30 juta pada 2014 menjadi 66,35 juta pada 2021. https://selerapedas.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*